"Dari sisi hukum, instruksi tidak pernah ada karena pelaksanaannya tidak ada. Kalau memang ada pengakuan (dari Dipo), mungkin hanya slip of the tounge, atau apalah. Bukan material hukum kalau tidak ada pelaksanaan. Itu hanya pernyataan, coba buktikan kalau memang dilaksanakan," jelas Amir yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, ucapan 'boikot media' yang pernah diucapkan oleh kliennya belum bisa dikategorikan pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. "Apakah itu diwujudkan dengan tindakan nyata boikot kan tidak. Itu Cuma ungkapan kejengkelan yang tidak dilaksanakan saja," kata dia.
Padahal sebelumnya, sempat empat kali Dipo menegaskan pengakuannya bahwa melarang memasang iklan di Media Indonesia dan Metro Tv. Pertama yakni Senin (22/2), Selasa (23/2) di Istana Bogor. Kemudian Rabu (24/2) di Komisi II DPR RI, serta saat diskusi di Dewan Pers, Kamis (25/2).
Saat di Istana Bogor, Dipo mengakui dirinya menghimbau kepada jajaran Sekjen dan Humas seluruh instansi pemerintah agar media yang dinilainya menjelekkan pemerintah agar tidak diberikan iklan oleh instansi pemerintah. Bahkan, dalam kesempatan tersebut, Dipo juga mengatakan bahwa seorang staf khusus yang diminta interview tidak usah datang.
Dari informasi yang didapatkan Media Indonesia, pertemuan dengan para Sekjen dan jajaran humas kementerian dilakukan pada Senin (7/2). Menanggapi pertemuan ini, Amir mengatakan bhahwa sebenarnya pertemuan tersebut bersifat tertutup, sehingga tidak masalah jika memang ada himbauan untuk membatasi iklan kepada media massa tertentu.
Sebenarnya, menurut dia, Dipo Alam tidak menginginkan sengketa 'boikot media' dengan Media Group terus berlarut-larut. Dipo, kata dia, menginginkan permasalahan itu diselesaikan dengan damai. "Kami menginginkan masalah ini diselesaikan dengan suasana yang reda, dengan kepala dingin di Dewan Pers," kata dia.
Namun, karena media group menindaklanjuti ke langkah hukum, maka Dipo akan balik mensomasi Media Group. Menurut dia, sebagai sebuah perusahaan media, seharusnya Media Group tidak bisa menggunakan medianya untuk menyerang pihak lain, termasuk Dipo Alam. Menurut dia, dalam posisi kedua itu, Media Group tak hanya melakukan pelanggaran kode etik. Tapi juga telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki pers.
"Seharusnya upaya (Metro TV) itu benar (dilakukan dengan proporsional), bukan kampanye dengan menggunakan sarana Metro TV menyudutkan klien kami (Dipo Alam). (Kalau Metro TV melanggar) asas keseimbangan dan kepatutan, tentu sangat layak diadukan ke Dewan Pers," jelas Amir. (OL-12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar